Susi Ernawati – Pusat Pengembangan Paliatif & Bebas Nyeri – RSUD Dr. Soetomo

Dalam era globalisasi ini semakin menuntut peningkatan mutu individu, maka peningkatan kualitas adalah hal mutlak yang harus dilakukan, agar tidak tertinggal dengan perkembangan zaman. Begitu pula dalam bidang pelayanan kesehatan, peningkatan pelayanan haruslah dilandasi dengan nilai-nilai profesionalisme. Pelayanan keperawatan yang profesional harus dilandasi oleh nilai-nilai intelektual, komitmen moral terhadap diri sendiri, tanggungjawab terhadap masyarakat, otonomi, serta pengendalian. Oleh karena itu tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal sesuai dengan pengetahuan, teknologi serta estetika perawatan pasien.

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa maupun anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit kronis lain bahkan HIV/AIDS memerlukan perawatan paliatif, disamping pelayanan promotif , preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri dan keluhan selain nyeri, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

Perawatan paliatif adalah bentuk perawatan medis dan kenyamanan pasien yang mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat kemajuannya, apakah ada atau tidak ada harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif tidak bertujuan untuk menyediakan obat dan juga tidak sebaliknya perkembangan penyakit.

Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien yang terminal yang dapat dilakuakan secara sederhana sering kali prioritas utama adalah kulitas hidup dan bukan kesembuhan dari penyakit pasien. Sebagian besar pasien datang berobat dengan diagnosis penyakit dalam stadium lanjut . Kalau dalm kondisi yang demikian maka pasien cenderung untuk memilih hidup singkat namun bahagia daripada hidup yang panjang tapi dengan banyak keterbatasan.. Bagi pasien pilihan terapi yang realistis hanyalah penghalang nyeri dan perawatan paliatif. Pendekatan perawatan paliatif yang efektif dapat meningkatkan kulitas hidup pasien.

Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang mengembangkan kualitas hidup pasien dan keluarganya dari masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam hidup, pada berbagai kelainan bersifat kronis atau pada penyakit terminal. Perawatan paliatif berfokus pada aspek yang multidimensi yaitu fisik, psikologis, sosial, spiritual, kultural , interpersonal dan komponen perawatan. Menurut Tejawinata (2006), salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif adalah kasih, kepedulian, ketulusan, dan rasa syukur. Begitu pentingnya aspek ini, sampai melebihi pentingnya penanganan nyeri yang mutlak harus dilakukan dalam perawatan paliatif. Beliau juga menyatakan, pada penderita kanker yang tidak mungkin tersembuhkan lagi, perawatan paliatif pada dasarnya adalah upaya untuk mempersiapkan awal kehidupan baru (akhirat) yang berkualitas. Cara lain untuk melihat perawatan paliatif adalah konsep “kematian yang baik,” bebas dari rasa sakit dan penderitaan bagi pasien dan keluarga pasien.

Tetapi dalam pandangan masyarakat kita bahwa penanganan pasien terus diusahakan tanpa mempertimbangkan autonomi dan etik dalam pelayanan medis. Sehingga sering menimbulkan dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek pelayanan kesehatan yang dapat dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional tim perawatan paliatif kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari tim perawatan paliatif. Dalam Pelayanan paliatif, relawan merupakan salah satu tim yang juga terlibat dalam interaksi yang terkait dengan keluhan atau penderitaan pasien dan merupakan ujung tombak khususnya dalam pelayanan di rumah pasien. Relawan kesehatan adalah masyarakat awam yang secara langsung dan tidak langsung juga memberikan pelayanan terkait dengan pendampingan pasien sesuai dengan koridor atau norma, etika dan etik yang sudah ditetapkan. ” Bagaimana Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif”.

Untuk dapat dapat melaksanakan pelayanan paliatif secara komprehensif, maka kita sebagai relawan perlu memahami dan mengerti tentang prinsip prinsip etik, agar kita tidak salah melangkah dan melanggar etik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Prinsip-Prinsip Etik

1. Autonomy (otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa kita mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan pasien yang menuntut haknya diri sendiri. Oleh karena itu dalam otonomi ini, kita dalam tim pelayanan paliatif harus menghargai hak-hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya sendiri.

2. Non maleficience (tidak merugikan)

Pelayanan paliatif tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pasien. Prinsip tidak merugikan (Non-maleficience, do no harm) dalam arti bahwa kita berkewajiban bila melakukan suatu tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain. Prinsip ini nampaknya sama dengan salah satu prinsip dari Hippocrates, yaitu Premium non nocere yang berarti bahwa yang terpenting adalah jangan sampai merugikan.

3. Beneficience (berbuat baik)

Beneficience berarti, mengerjakan segala sesuatu dengan baik atas dasar kepentingan pasien dan memberikan keuntungan bagi pasien. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

4. Veracity (kejujuran)

Prinsip ini berarti penyampaian dengan kejujuran dan kebenaran dengan bahasa dan tutur kata yang baik dan sopan, tidak berkesan menggurui. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus menjadi akurat, komprehensif dan objektif untuk memberikan pemahaman dan penerimaan informasi, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Tetapi sebagai relawan tetap ada keterbatasan dan tidak dianjurkan untuk mengatakan secara jujur dalam hal yang terkait dengan ranah dokter seperti penyampaian diagnosa dan perjalanan penyakit, tindak lanjut pengobatan dan tindakan. Jadi jika tidak berkompeten untuk menjawab pertanyaan pasien dan keluarga, sebaiknya disampaikan dengan jujur bahwa harus dikonsultasikan lebih dulu dengan tim medis ( dokter dan perawat). Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

5. Justice (keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

6. Kerahasiaan (confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh pasien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang pasien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah. Komunikasi yang terjaga adalah informasi yang diberikan oleh tim perawatan  kepada  pasien  dengan  kepercayaan  dan  keyakinan  informasi  tersebut  tidak  akan bocor.

7. Akuntabilitas (accountability)

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang relawan dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.. Secara moral kita memulai sesuatu yang baik dengan melihat pada situasi untuk menentukan apa yang harus dilakukan, berdasaran konsekwensi apa yang akan dialami orang yang terlibat jika tindakan tersebut dilakukan.

Kesadaran  etis itu perlu dimiliki oleh tim perawatan paliatif agar dapat selalu mempertimbangkan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan mengingat dan mengutamakan kepentingan pasien. Demikian juga kesadaran etis dari pasien juga diperlukan agar menghargai setiap upaya medis yang dilakukan tim perawatan paliatif dalam usaha meringankan/ membebaskan penderitaan penyakitnya. Kesadaran etis itu akan berfungsi dalam tindakan konkret ketika mengambil keputusan terhadap tindakan tertentu dengan mempertimbangkan baik bruknya secara bertanggung jawab.

 

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie. Jimly, 2005, Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Achadiat. Chritiono M, 2007, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman, ECG, JakartaGuwandi, 2000, Bioethics & Biolaw, Faultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Komalawati. D. Veronica, 1989, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Harapan, Jakarta

Tejawinata. Sunaryadi, 2008, Perawatan Paliatif adalah Hak Asasi Setiap Manusia, disampiakan pada seminar peringatan hari paliatif sedunia 26 Oktober 2008, Surabaya. (Kepala Pusat Pengembangan Paliatif & Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo periode 1992-2006)

 

 

 

 

Cherny, N., Fallon, M., Kaasa, S., Portenoy, R., Currow, D.C. 2015.Ethical Issues, Oxford Textbook of Palliative Medicine, pp. 273 – 279.